Translate

Selasa, 04 September 2012

pemain miskin, yg besar oleh perang

ini lah pemain hebat, yg dibeli oleh klub real madrid

Luka Modric dan keluarga/ Getty Images
Luka Modric dan keluarga/ Getty Images
Nama Luka Modric mulai bersinar sejak bermain gemilang bersama Tottenham Hotspur pada periode 2008-12. Hingga pada musim panas ini, Modric pun menerima pinangan salah satu klub terbesar di dunia, Real Madrid dengan mahar 33 juta pounds.
Sepak terjang Modric selama empat musim di White Hart Lane memang telah membuat Madrid jatuh hati. Laiknya seorang megabintang yang tengah berada di puncak karier, segala sepak terjang Modric bersama Tottenham dan Timnas Kroasia tak pernah luput dari pantauan Los Blancos.
Namun, tak banyak yang mengetahui kalau Modric memiliki masa lalu yang kelam. Seperti kebanyakan bocah Kroasia pada usianya, Modric dibesarkan di tengah perang saudara yang pecah di Yugoslavia pada 1991. Kondisi yang membuat Modric kecil sempat mengalami hambatan besar untuk meniti kariernya di sepak bola.
Bagaimana tidak, Modric terlahir di keluarga miskin, dari ayah seorang serdadu yang terdaftar di angkatan darat Kroasia. Tak pelak, sejak kecil Modric lebih sering menghabiskan waktu bersama sang ibu, dan memilih tinggal di Hotel Kolovare di Zadar. Setelah menjauh dari daerah konflik, Modric kecil pun mulai akrab dengan sepak bola. Hari-harinya pun tak pernah lepas dari si kulit bundar.
"Dia bermain (sepak bola) sepanjang hari dan memecahkan jendela dengan bolanya lebih sering daripada bom perang," kata salah satu resepsionis hotel.
Sepak bola pun mulai menjadi mimpi Modric. Saat usianya menginjak delapan tahun, Modric mulai mencuri perhatian pemandu bakat salah satu klub besar Kroasia, Hajduk Split. Sayangnya, hanya dua pekan dia  menimba ilmu di Hajduk sebelum dilepas kembali. Dia kembali ke Zadar bersama ibunya. Dengan kondisi ekonomi seadanya, keluarga Modric berusaha bertahan hidup. Sebelum takdir mempertemukan Modric pada dengan Tomislav Basic, kepala tim muda Zadar, saat usianya menginjak 10 tahun.
"Mereka sangat miskin. Mereka tidak punya uang untuk baju atau shinpads  untuk Luka. Jadi, saya membuatkannya shinpads  dari kayu. Saat ini, shinpads  itu masih ada. Saya menyimpannya karena tahu, kelak Modric akan menjadi pemain hebat," kenang Basic.
Basic sendiri mengungkapkan, Modric paling tak suka mengenang masa lalunya. Terlebih masa kanak-kanak dilaluinya dengan cukup berat, sebelum ayahnya kembali dari peperangan. "Memang benar, kadang-kadang Luka keberatan mengingat itu semua. Tapi saya pikir itu bagian dari hidupnya dan dia harus bangga dengan dari mana berasal."
Hampir sepanjang hidupnya Modric paling ogah menceritakan kisah hidupnya kepada publik. Hanya beberapa kalimat sempat terlontar dari mulutnya soal kehidupan masa kecilnya. "Perang membuatku lebih kuat. Itu adalah waktu yang sangat sulit buatku dan keluarga. Aku tidak ingin menyimpan kisah itu selamanya, tapi aku tidak ingin melupakannya. Sekarang, aku memiliki keyakinan siap menghadapi apa pun," tutur Modric.
Setelah beberapa kali berganti sekolah, pada 2003 Modric akhirnya direkrut Dinamo Zagreb, klub yang mengangkat derajatnya pada usia 16 tahun. Akan tetapi, perang membuatnya menderita lagi. Luka harus menghabiskan satu tahun wajib militer. Dia pergi ke Mostar, bersama tentara Spanyol membantu membangun kembali daerah tersebut.
Di tengah wajib militer itu, Modric sempat bermain pada musim itu di Liga Bosnia (HŠK Zrinjski Mostar). Di sana, dia tampil memukau dan menjadi pemain terbaik. Musim berikutnya, Modric menjalani masa peminjaman di NK Inter Zaprešić, Zagreb. Hingga manajer asal Spanyol, Juande Ramos pun mulai kempincut dengan talenta Modric, hingga berani menggelontorkan dana 22 juta euro untuk membawanya ke Tottenham.
Karier Modric pun melesat. Kehidupannya tak lagi melarat seperti saat kecil dulu. Sekarang Modric bisa menikmati kekayaan yang diperoleh dari perjuangannya mengais mimpi di lapangan hijau. Berkat perang, Modric menjadi kuat. Tubuhnya memang kecil, namun semangat juang telah mengantarkan Modric berlabuh di salah satu klub impiannya, Madrid. (irawan)

@kenmaulanaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar